Home » » 5 alasan pemerintah melakukan eksekusi mati

5 alasan pemerintah melakukan eksekusi mati

Posted by Majalah Negeri on Tuesday, April 28, 2015



Jakarta -Guru Besar hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, Pemerintah RI tidak perlu gentar & khawatir akan ancaman sejumlah negara terkait pelaksanaan hukuman matitahap 2.Terdapat 10 terpidana meninggal yang siap diekseksui mangkat dalam waktu dekat ini."Tekanan dari Perancis, Australia bahkan Sekjen PBB Ban Ki Moon tidak seharusnya mengendurkan kebijakan (Pemerintah RI) buat merealisasikan putusan denda mangkat ," kata Hikmahanto dalam pesan singkatnya kepadaLiputan6.Com, Senin 27April 2015.Hikmahanto mengungkapkan, ada 5 alasan Pemerintah RI harus melaksanakan hukuman tewas. Pertama, Pemerintah RI yang baru saja sukses menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60, sedang diuji apakah pelaksanaan kedaulatan negara hanya sebatas retorikaatau benar -betul direalisasikan.Karena, celoteh Hikmahanto, dalam Dasa Sila Bandung--hasil KAA pertama 1955--prinsip non-intervensi terhadap negara-negara pada Asia dan Afrika, merupakan prinsip yang masih relevan pada masa kini dan pada ketika akan melaksanakan hukuman mati."Sekali pemerintah mundur dari kebijakan ini, maka Indonesia akan sebagai bahan tertawaan. Karena tak sanggup melaksanakan prinsip yang terdapat dalamDasa Sila," ujar dia.Kedua, celoteh Hikmahanto, protes pemerintah Perancis & Australia tidak lebih dari sikap negaranya yang tidak mengenal denda meninggal. Agar pemerintahnya dapat mempertanggungjawabkan mandat yang diberikan rakyatnya, mereka harus menyuarakan protes. Bahkan ancaman pelaksanaan hukuman tewas.Dari Hikmahanto, negara-negara tersebut tentu tidak mampu dicegah Bila memprotes kebijakan Pemerintah RI, bahkan mereka mampu memanggil Dubesnya buat kembali dan berkonsultasi. Tetapi sesudah selesai eksekusi mati, kontak akan cair kembali & Dubes akan dikembalikan ke RI."Ini sebab tidak akan ada pemerintahan asing yang berani buat mempertaruhkan hubungan baik dan saling menguntungkan,demi membela warganya yang melakukan suatu kejahatan," ucap Hikmahanto.Ketiga, lanjut Hikmahanto, suara keras dari pemerintah Perancis, Australia, dan Brazil disebabkan di negara tadi sedang ada permasalahan politik buat menduduki kursi kepemimpinan. Sebagai akibatnya informasi hukaman tewas pada Indonesia menjadi komoditas empuk."Sebenarnya hal ini patut disayangkan, mengingat mereka mengorbankan kepentingan Indonesia buat ambisi politik para politisinya," kentara beliau.Keempat, waktu ini Indonesia sedang dipojokkan Perancis & Australia terkait pelaksanaan hukuman meninggal. Tapi hal itu berbeda dilakukan Australia, di mana akhirMaret lalu Tiongkok melaksanakan denda mangkat atas warga Australia. Namun Australia tidak melakukan tekanan kepada Tiongkok seperti yang dilakukan terhadap Indonesia.Kelima, sambung Hikmahanto, soal pernyataan Sekjen PBB Ban Ki Moon yang membentuk pernyataan pada luar tugas dan fungsi menjadi Sekjen PBB. Sekjen PBB bukanlah presiden dari negara-negara dunia yang dapat mengeluarkan perintah."tidak benar Konvenan Internasional Sipil dan Politik hanya membatasi kejahatan serius menjadi kejahatan internasional. Dalam Kovenan tersebut, secara tegas diserahkan kepada masing-masing negara anggota buat menentukan kejahatan serius," tegas Hikmahanto.


1 comments:

.comment-content a {display: none;}